Demoralisasi Dibalik Kedok Demokrasi Elektoral.





Ilustrasi Gambar 1.1: Dibuat oleh Jronaldo


Dear Lilia.

Siang yang terik, tampak menerpamu. Karena langit Hubula yang tampak cerah.

Namun, cerahnya langit Hubula tak secerah kedamaian dan keadilan bagi kaummu, yang mendiami lembah Hubula. Sebab terik mentari yang panas pertanda: krisis kemanusiaan atas kaummu yang masih kau abaikan.

Jeritan derita kaummu, adalah jeritan derita akan keadilan dan kedamaian di atas tanah pusakanya.

Dibalik kedoknya, demokrasi elektoral yang telah berlangsung di tahun 2024 kemarin.

Walau kau tampak elok dengan asesoris yang kau pakai. Terlihat elegan dan mempesona, dari tampilan kaummu, yang mendiami lembah Hubula. Namun, dibalik tebaran aroma Jo Malone London Velvet Rose parfummu.

Kau tutupi segala kebaikanmu yang fetid atas berbagai kejahatan yang telah kau jalankan, dengan aroma parfummu Jo Malone London Velvet Rose tampak berbau amis yang menebar kemana pun kau pergi.

Kau menyimpan kebengisan atas kaummu. Kau tampil elegan dengan sikapmu yang ambisius, egoistik dan individual.

Kau melenceng menjauhi segala tabib dan segala akhlak warisan leluhurmu.

Yang dahulu hidup dalam harmoni kekeluargaan, kebersamaan, keberpihakan dan keutamaan bagi mereka yang yatim dan piatu, janda dan duda hingga tuna wisma.

Itulah warisan leluhurmu yang mendiami lembah agung Great Valley yang juga dikenal lembah hitam (Swart Valley). Yang kini, dikenal dengan  lembah merah (red valley). Karena menyimpang berbagai peristiwa kebengisan, kejam dan barbar, atas siasat tuanmu di mama kota (Jakarta).

Demi kekuasaan kratos melalui demokrasi elektoral Pemilihan Umum yang telah berlangsung di lembah mu yang agung.

Tampak kaummu yang tak bersalah; saling membunuh, sebab praktik devide et impera yang disiasati tuan melalui pelaksanaan Pilgub-Pilbup di tanah Papua. Demi mengantarkan para paslon ke singgasana kekuasaan beralasan karpet merah. Pertanda darah kaummu menjadi tumbal demokrasi, hingga anak dan istrinya terlantar.

Apakah ini, harga yang harus kita bayar? Sesudah reformasi 1998. Menjelang 27 tahun keberlangsungan demokrasi elektoral, tampak darah dan nyawa kaummu adalah tumbal bagi demokrasi di Indonesia.

Demi tuanmu di mama kota. Yang duduk meracang setiap skenario dengan meriah, seraya mengenggam remot kontrol. Untuk mengontrolmu dari jarak antar pulau yang begitu jahu. Bagaimana mungkin, mereka yang benar-benar berbeda secara fisik dan genealogis, bahkan sosial-budaya dan geografis.

Namun, kau tampak patuh dan turut atas segala perintahnya. Hingga kaummu pun kau penjarahi yang meminta keadilan, kau siksai yang mengatakan kebenaran, kau bunuh yang mau mempertahankan tanahnya dari ekspansi perusahan atas perampasan tanah mereka, dengan stigma buatan tuanmu di mama kota. Yang dilabeli dengan berbagai label buatan tuanmu; (Separatis, Makar, OPM, KKB, GPL, GPK hingga Teroris). Guna melegalkan pembunuhan.

Nyawa mereka pun tak begitu berarti bagimu. Sambil menangkap, memenjarahi, menyiksa hingga membunuh mereka. Kau tertawa sinis seraya melihat ratapan tangisan anak-istrinya yang kau terlantarkan dengan kejam dan bengis.

Karena Jasa dan kepatuhan terhadap tuanmu yang mendiami mama kota.

Kau di hadiah berbagai pangkat atas jasa dan kepatuhan hingga kau disambut di pangkuan ibumu, pertiwi. Dengan berbagai menu hidangan, dari sesi pembuka hingga penutup, yang kau santap. Seraya menatap layar yang menampilkan dan memberitakan berbagai adegan epic yang bengis, kejam dan barbar yang telah kau perbuat atas POAP.

Dari perampasan lahan hingga penangkapan semena-mena. Dari pembungkaman hingga pemenjaraan. Dari pemerkosaan hingga pembunuhan. Dari penyiksaan hingga pengabaian.

Kau pun kebal dari berbagai kejahatan yang kau buat.

Itulah skenario yang kau selipkan di balik kedok pemekaran daerah otonomi baru (DOB), yang juga akronim dari daerah operasi baru demi pemerataan. Dibalik kedok Kesejahteraan, program PSN mu tampak menelantarkan kaumku atas tanahnya. Demi mendapatkan legitimasi rakyat atas PSN yang kau salurkan.

Kau menebar teror secara masal dan intens. Karena semua program yang kau putuskan di backup TNI-Polri.

PSN di tanah Anim-Ha. Dijalankan oleh TNI atas kerjasama Kementerian Pertahanan dan Pertanian. Pemekaran DOB pun disisipkan penambahan kodim, Kodam, Polda, Polres hingga berbagai pos TNI dan Polri.

56 tahun kau gabungkan dan caplokan kami, melalui Pepera 1969 yang tidak demokratis. Karena kau merasa superior atas kami, berbagai cara yang tidak manusiawi pun kau halalkan.

Walaupun kau dan tuanmu di mama kota mengakui bahwa; Kemerdekaan adalah Hak Segala Bangsa dan penjajahan diatas dunia HARUS dihapuskan. melalui Pembukaan Mukadimah tuanmu, yang diproklamirkan tahun 1945.

Namun, kau lecehkan mukadimah mu atas ambisi tuanmu dengan mencaplok ku dengan berbagai cara yang tidak manusiawi. Kau tidak hanya mencaplokan ku. Namun, kau mengambil hidupku, kau mencuri berbagai hasil yang ada di dalam tanah, diatas tanah, didalam laut hingga tak satupun kau sisihkan untuk anak-cucuku yang kau terlantarkan.


Apakah semua ini, bukan penjajahan?


Sehingga kini, kau paksakan makan bergisi gratis (MBG) kepada anak-cucuku. Namun, ku sadari bahwa: Ini bukan atas niat baikmu kepada anak-cucuku. Tetapi, ini karena kebenggisan dan kerakusanmu, demi mengeksploitasi segala milikku yang menjadi hak anak-cucuku.

Sebab, bagiku MBG adalah akronim dari makan beracun gratis, bagi anak cucuku.

Lilia...terik mentari yang tampak panas menyinarimu, pertanda bahwa derita (misery) yang kau tebarkan atas perintah tuanmu di mama kota, kepadaku hingga anak-cucu ku.

Benar-benar melukai, menyakiti dan akan menghilangkan aku dan kaumku. Sehingga semua derita ini, aku dan kaumku menyimpannya sebagai ingatan penderitaan (Memory Passionis).

Yang memiliki potensi konflik yang kejam antara aku, kau dan tuanmu di mama kota. Karena magma laten yang telah tuanmu tebar sejak (19 Desember 1961) hingga berbagai operasi militer dengan berbagai label (Operasi Sate, Operasi Tumpas, Operasi Baratayudha, Operasi Wibawa, Operasi Jayawijaya, Operasi Sapu Rata, Operasi Sapu Bersih, Operasi Galang I, II, Operasi Cartez). Hingga berbagai jenis operasi yang telah dan masih kau tebarkan. Di atas tanah dan terhadap kaum, anak-cucuku hingga kini.

Karena ambisi dan kerakusan tuanmu terhadap berbagai kekayaan yang ada diatas dan didalam tanahku. Tuanmu pun mensiasati berbagai program dan kebijakan untuk memusnahkanku secara paksa dari tanahku, demi menjarah, merampok hingga menjadi ahli waris atas tanahku.

Sehingga kini, benih-benih amoral yang kau tebarkan sejak 19 Desember 1961 hingga kini. Tampaknya telah bertumbuh menjadikan singgasana kekuasaan tuanmu di mama kota yang berwatak: Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.

Yang berpotensi menuju kematian akan demokrasi. Sebagaimana dikisahkan oleh Profesor Ilmu politik dari Universitas Harvard Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, dalam bukunya yang berjudul "How Democracies Die."


Tanah Tabi, 17 March 2025


Ditulis oleh:

Jronaldo

Edisi Ke: XV dari *Surat Jack To Lilia.*


Daftar Istilah:

POAP: Penduduk Orang Asli Papua.


Fetid: bau yang tidak sedap dan kuat seperti bau kotoran dan limbah.

Jo Malone London Velvet Rose: Sebuah parfum yang termasuk dalam seri Cologne Intense. Parfum ini menggabungkan aroma mawar Damask dengan kedalaman kayu oud, ditambah dengan sentuhan rempah-rempah dari cengkeh dan rasa manis dari praline.