|  | 
| Ilustrasi Gambar: Dibuat oleh Jronaldo | 
Dear Lilia.
Kau adalah perwakilan dari kaum kami. yang memegang posisi dan jabatan strategis dalam keberlangsungan pemerintahan Indonesia diatas tanah kami, tanah Papua. Bagi kami, kau adalah bagian kami. Yang akan berperan dalam menyuarakan hak-hak dasar kami atas pembangunan di tanah kami, tanah Papua.
Namun, kau bagaikan antek tuan mu yang mendiami Jakarta. Kau berperan mati-matian. Bahkan jiwa dan ragamu kau persembahkan bagi Jakarta.
Seraya kau abaikan martabat (dignity) kaummu.
Kau abaikan kami, sebagai kaummu. Kaum yang dimiskinkan, ditelantarkan, dibunuh, dijarah dan dipinggirkan secara. Sistematis, Struktural dan masif di atas tanah kami, tanah Papua. Pantaskah kami, menyebutmu sebagai perwakilan atas kaum kami? Seraya kau berjuang untuk merealisasikan kepentingan nasional (national interest), diatas tanah kami, tanah Papua."Sebab penyiksaan di Papua bukanlah sebuah kekerasan random tetapi dijadikan rutinitas dalam penegakan kekuasaan negara." (Rumkabu E:2021; hlm:161).
Apakah kepentingan nasional, nilainya lebih besar dari nilai kemanusiaan? Sehingga pembangunan yang direalisasikan di tanah kami, begitu magis dan sakral dari pada kelangsungan dan keberlangsungan hidup kami, diatas tanah kami.
Atas nama pembangunan, kami diabaikan, ditelantarkan dan disingkirkan secara masif, keji dan kejam atas tanah kami. Sebab pembangunan yang diwacanakan dan direalisasikan tampak bertentangan dengan kebutuhan kami, karena kami dipandang sekedar objek.
Karena itu, kami mau pembangunan yang membangunan! Bukan pembangunan yang menjarah, mendiskreditkan, meminggirkan hingga membunuh dan melenyapkan kami dari atas tanah pusaka kami, tanah Papua.
Sebab pembangunan yang tampak di tanah kami, atas nama kepentingan nasional, integrasi nasional tampaknya pembangunan yang Jawa sentris [Melayu sentris] diatas tanah kami, sehingga anak-cucu kami pun, dicerabut secara paksa dari hak-hak dasar sebagai manusia, atas tanah dan hutan kami. Demi memuluskan proyek strategis nasional di tanah Anim Ha yang dimiliki oleh suku (Malind, Maklew, Khiman, Yei).
Demi proyek strategis nasional yang dinilai ambisius, gagal dan mandek di tahun 2010 di Papua yang dikenal dengan MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate).  Yang direalisasikan di kampung Zanegi 15 tahun yang lalu.
Yang menyimpan luka kronis dalam segi sosial, ekonomi, ekologis dan kesehatan, terhadap masyarakat Kampung Zanegi. Pengalaman dari proyek MIFEE di kampung Zanegi tak kunjung memberikan pembelajaran dalam rangka merealisasikan berbagai proyek dengan kedok pembangunan a'la pemerintah Indonesia di tanah Papua.
Sebab, PSN di tanah Papua telah merampas 2 juta lebih hektar lahan yang juga masuk kawasan pemukiman dan hutan keramat. Demi kepentingan nasional dan ketahanan pangan hingga energi. Hak-hak kami atas tanah, dan hutan dirampas! kami disingkirkan dengan paksa.
Tanpa adanya pendekatan dengan prinsip [FPIC] free Prior Informed Consent atau persetujuan awal tanpa paksaan [PADIATAPA], yang layak. Kami dicerabutkan dari leluhur kami, dengan merusak hutan keramat kami. Kami dipaksakan meninggalkan pangan lokal kami, demi ketergantungan kami atas beras hasil impor dari Thailand dan Filipina yang kau distribusikan.
Apakah tanah kami tidak cukup memenuhi kebutuhan pangan kami, sehingga PSN direalisasikan dengan slogan ketahanan pangan dan energi seraya kami dipaksakan untuk meninggalkan pangan lokal kami.
Sebenarnya, program ketahanan pangan ini untuk siapa? Apakah untuk memenuhi kebutuhan pangan kami, ataukah demi memenuhi kebutuhan pangan dunia dan keuntungan ekonomis segelintir orang?
Sebab program ini bukan saja, menghancurkan hutan dan tanah kami. Namun, menghancurkan hidup kami, identitas, relasi sosial dan budaya.
Karena tanah dan hutan kami memiliki peran strategis dalam membentuk Identitas kami, relasi sosial antara kami, bahkan relasi kami dan leluhur kami. Sebab tanah dan hutan memiliki relasi psikis dan sosial dalam membentuk; identitas, relasi sosial, ekonomi dan kesehatan kami di tanah Papua.
Namun, kini kau putuskan semua relasi tersebut. Dengan kedok pembangunan [development]. Sehingga aku pun bertanya-tanya:
"Maksud baik saudara untuk siapa?" W.S.Rendra.
Apakah itu pembangunan berkeadilan?   yang kau tawarkan. Ataukah, pembangunan sebatas kata yang kau wacanakan, diberbagai media nasional maupun internasional demi menutupi berbagai kejahatan kemanusiaan dari realisasi program; PSN, pemekaran [DOB], otonomi khusus jilid II hingga makan bergizi gratis dari tekanan dunia internasional.
Walaupun terdapat sebagian kaum kami yang berambut keriting, berkulit hitam. yang mewakili kami menduduki jabatan strategis baik sebagai birokrat, eksekutif dan legislatif. Namun, keberadaan mereka tidak juga mengangkat harkat dan martabat kami, sebagai bangsa Melanesia.
Bahkan ada yang dimanfaatkan untuk merealisasikan siasat [devide et impera] a la pemerintah Indonesia di tanah kami, tanah Papua. Kami bangga dan senang. Atas keberadaan mereka sebagai keterwakilan kami. Namun, apakah mereka benar-benar hadir untuk menyuarakan hak-hak dasar kami yang diabaikan melalui pembangunan.
Sebab hingga kini, hampir semua program pembangunan yang diputuskan di Jakarta. Direalisasikan dengan paksa, dibawah kendali dan penjagaan ketat aparat TNI-Polri, yang bersenjata lengkap di tanah Papua.
Apakah itu pembangunan atau penindasan?
Jika pembangunan, mengapa harus ada TNI-Polri berseragam dan bersenjata lengkap dalam membackup berbagai program dengan kedok pembangunan di tanah Papua.
Apakah itu, pembangunan yang berkeadilan yang kau tawarkan? oleh pemerintahan yang dinilai demokratis. Namun, melenceng jauh dari sifat-sifat pemerintahan yang demokratis di tanah Papua.
Sebagaimana kata Josefa: "Kami tidak menolak pembangunan. Namun kami tidak ingin menjadi penonton pembangunan di tanah kami. Perusahan sebenarnya bisa membantu kami. Walaupun dalam kenyataannya, mereka menginjak-injak hak-hak asasi kami." Sebab pembangunan yang membangun adalah pembangunan yang melibatkan masyarakat tanpa mengorbankan hak-hak dasar mereka.
Ditulis oleh:
Referensi:
Rumkabu, E: [2021] "Operasi dan Emansipasi Papua:Bersama Muridan" dalam "Emansipasi Papua: Tulisan Para Sahabat Untuk Mengenang dan Menghormati Muridan S. Widjojo." Imparsial, the Indonesia Human Rights Monitoring; Jakarta.Forest People Programme, PUSAKA, Sawit Watch, DTE (2013; September, 2) Kelaparan dan Kemiskinan Di Indonesia: organisasi masyarakat sipil menyerukan penghentian proyek MIFEE di Papua sebelum ada perbaikan bagi masyarakat setempat. [Siaran Pers]
 
