Ilustrasi: Jronaldo Praktik budidaya mono pangan memiliki tingkat resiko berbagai kemelaratan yang tinggi."meningkatnya ketergantungan kita terhadap sumber makanan tunggal, sebenarnya membuat kita rentan terhadap bahaya kekeringan dan kelaparan (Harari;2017).Pengenalan berbagai jenis padi demi memproduksi beras di Kabupaten Jayawijaya merupakan suatu kekeliruan yang patut dipertanyakan, walaupun beras menjadi salah satu produk unggulan yang permintaan pasarnya cukup besar.Namun, pengenalan jenis padi markunti, toraja di Kabupaten Jayawijaya patut dipandang sebagai bagian dari upaya praktik hirarki budaya.Karena pengenalan dan pembudidayaan padi di Kabupaten Jayawijaya serta konsumsi beras bagi komunitas masyarakat adat Hubula yang mendiami lembah Balim sering dikonotasikan dengan prestise (kemewahan).Padahal ketergantungan kita akan beras merupakan dalang dibalik berbagai penyakit fisiologis hingga sosial.Sehingga tulisan ini, hadir untuk menilik pengenalan-pembudidayaan padi di lembah Balim yang sebenarnya bagian dari upaya praktik gastrologi pangan, yang merupakan upaya untuk membentuk selera konsumsi dan ketergantungan terhadap nasi bagi masyarakat adat Hubula sebagai makanan pokok dan wajib.Dengan mengabaikan keberagaman pangan lokal yang sudah lama dikenal oleh komunitas masyarakat adat Hubula.Yang kaya akan berbagai protein, nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, kini dibuat tergantung dengan beras (nasi) sebagai pilihan makanan utama dan wajib.Padahal "keberagaman jenis dan varietas tanaman yang dipelihara orang Baliem cukup luar biasa, sebagaimana dalam kunjungan tim survei Papua Barat-Disc/Mahitala Unpar yang mengunjungi Jiwika telah mencatat terdapat 57 varietas ubi jalar," dalam (Aditjondro;2001.hlm.283).Namun kini, komunitas masyarakat adat Hubula dibuat tidak berdaya dan bergantung akan beras (nasi) sebagai makanan pokok dan utama dalam dapur rumah. Yang sebenarnya bertentangan dengan kebutuhan gizi dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, karena keberagaman pangan sebagai sumber kekayaan akan nutrisi dan gizi.Walaupun padi benar-benar tidak menggeser pembudidayaan berbagai jenis umbi-umbian, pisang, buah merah, tebu dan berbagai jenis pangan lokal lainnya.Namun, beras telah menggeser keberagaman pangan dan menjadi makanan utama dan wajib bagi berbagai komunitas masyarakat adat yang mendiami dataran Tinggi Papua.Karena wabah gastrologi pangan tidak hanya menyerang komunitas masyarakat adat Hubula tetapi hampir sebagian besar komunitas masyarakat adat di dataran Tinggi Papua.Karena mayoritas penduduk dataran Tinggi Papua tidak akan merasa cukup ataupun tidur dengan nyenyak jika sehari tanpa beras.Sebagaimana mana pengakuan KY, salah satu penduduk dataran Tinggi Papua saat diwawancara penulis;"Dahulu kala kami memiliki banyak (keragaman) makanan di dapur namun, kini semua itu digantikan oleh beras dan kalau anak-anak kita tidak makan nasi ataupun bahkan orang tua, kita harus minta nasi ke tetangga supaya bisa tidur baik," (KY;2025)."Sekarang kita harus jual ubi, sayur, pisang, buah merah untuk beli beras dan minyak karena anak-anak dan orang tua lebih suka makan nasi," (WK;2025).
Pernyataan dan pengakuan YK sebagai kepala rumah tangga serta WK sebagai Ibu rumah tangga, yang bekerja sehari-hari sebagai pekebun dan berdagang hasil kebun di Pasar Jibama, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan.
Telah memberikan kita sebuah gambaran akan ketergantungan penduduk dataran Tinggi Papua akan beras sebagai makanan pokok dan wajib walaupun beras belum secara utuh menggeser pembudidayaan pangan lokal seperti; petatas, pisang, tebu, buah merah.
Namun beras telah menggeserkan posisi pangan lokal sebagai pilihan kedua (second choice) yang tidak harus disediakan di dapur komunitas masyarakat adat di dataran Tinggi Papua dan nasi menjadi keharusan yang wajib disediakan.
Merupakan wujud nyata keberhasilan pengenalan padi (nasi) sebagai makanan pokok dan utama bagi komunitas masyarakat adat yang mendiami dataran Tinggi Papua, yang telah berhasil dicanangkan sejak rezim orde baru dibawa kepemimpinan presiden Soeharto.
Yang mencanangkan pembudidayaan padi di lembah Balim dan mulai dibudidayakan oleh komunitas masyarakat adat Hubula namun, ironisnya padi yang diproduksi penduduk setempat tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan dalam skala lokal, apalagi untuk kebutuhan nasional bahkan global.
Sehingga, keberhasilan pengenalan padi dapat dilihat sebagai upaya menciptakan ketergantungan konsumsi beras sebagai makanan pokok bagi komunitas masyarakat adat yang mendiami dataran Tinggi Papua
Yang juga tidak memberikan dampak positif secara ekonomis, karena produksi beras di lembah Balim tidak memberikan nilai ekonomis bagi komunitas masyarakat adat Hubula karena pasokan beras di Kabupaten Jayawijaya masih di impor dari wilayah luar.
Sehingga kita memerlukan upaya-upaya pendekatan pembangunan yang inklusif, sinergis dan berkelanjutan agar produksi padi di lembah Balim dapat berdaya saing di tingkat nasional dan internasional seraya mendukung kesediaan pangan di tingkat lokal tanpa harus bergantung pada beras hasil impor.
Seraya mempromosikan wajib konsumsi pangan lokal bagi komunitas masyarakat adat di dataran Tinggi Papua untuk mencegah gizi buruk dan mendorong produksi industri rumahan untuk pengolahan pangan lokal berkemasan guna bersaing di tingkat nasional bahkan global.
Demi mendorong penyediaan keberagaman pangan sebagai solusi alternatif dari wabah ketergantungan dan kemelaratan mono pangan yang dikuasai oleh segelintir orang.
Walani, 29 September 2025
Ditulis oleh:
J.W.Ronaldo
Penulis merupakan lulusan Antropologi FISIP UNCEN, untuk melihat tulisan-tulisan penulis yang lain dapat mengunjungi blogger penulis melalui; http://sabacarita.blogspot.com/
Seri Ke-IV Edisi Sejarah
Daftar Pustaka:
- Harari, Yuval Noah. 2017. HOMO SAPIENS: Riwayat Singkat Umat Manusia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
- Aditjondro. George Junus. (2000). Cahaya Bintang Kejora: Papua Barat Dalam Kajian Sejarah, Budaya, Ekonomi dan Hak Asasi Manusia. Elsham. Jakarta
- YK. Diwawancara oleh. Penulis, 27 September 2025.
- WK. Diwawancara oleh. Penulis, 27 September 2025.

 
