 |
Ilustration: Jronaldo
|
Indonesia berada di bawah bayang-bayang rezim totalitarianisme di balik kedok demokrasi. Sebagaimana bayang-bayang totalitarianisme a’la Soeharto di masa orde baru sedang melanda Indonesia.
Meskipun reformasi adalah puncak dari kekuatan rakyat untuk menolak bentuk-bentuk pemerintahan yang totaliter. Namun, wujud nyata reformasi tampaknya sebatas mewujudkan demokrasi elektoral, demokrasi sebatas menjalankan pemilihan umum, melalui pemberian suara di bilik suara, tanpa memberikan ruang untuk keterlibatan rakyat dalam menentukan arah kebijakan.
Kondisi ini, diperparah dengan indeks berdemokrasi Indonesia yang terus menurun, karena kurangnya partisipasi publik, pemerintah yang korup hingga hilangnya toleransi diantara penduduk Indonesia dan dinilai cacat demokrasi (flawed democracy), dalam laporan Economic Unit Inteligent (EUI) yang berjudul "Democracy Index 2023: Age Of Conflict," yang meliputi lima dimensi;
- Proses pemilu dan pluralisme
- Keberfungsian pemerintahan
- Partisipasi politik
- Budaya politik
- Kebebasan sipil, (Muamar A: 2024).
Sehingga tulisan ini, hadir untuk menilik kembali bahaya TOTALITARIANISME di Indonesia dengan kedok demokrasi, karena adanya keterlibatan aktif militer di berbagai sektor pemerintahan sebagai suatu kekuatan tak terkendali dan terkontrol oleh institusi legislatif maupun presiden sendiri.
Kekejaman dan kebiadaban rezim orde baru berpotensi terulang kembali melalui keterlibatan aktif militer di berbagai sektor sipil yang telah diberikan legitimasi hukum melalui perubahan UU TNI No 24 Tahun 2004 yang sebelumnya mengatur tentang
“tugas operasi militer selain perang harus dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara,”
Perubahan UU TNI terbaru Nomor 3 Tahun 2025, telah memberikan legitimasi hukum untuk keterlibatan TNI melalui (OMSP) tanpa memerlukan keputusan Presiden dan pertimbangan DPR.
Hal ini, menanda bahaya supremasi militer di berbagai bidang sebagaimana dijelaskan oleh peneliti senior Imparsial Al Araf “perubahan tugas OMSP tidak lagi membutuhkan keputusan presiden atas pertimbangan DPR yang berarti militer bisa terlibat aktif dalam sipil dan politik sebagaimana rezim orde baru di masa kepemimpinan Soeharto,” (Susilo & Saptowalyono, 2025).
Supremasi militer tidak hanya berperan di bidang ketahanan nasional tetapi militer telah merambah ke sektor: pertahanan, sosial-politik, ekonomi, informasi hingga kontraktor.
Yang mengindikasi, embrio orde baru telah lahir dan menggugurkan semangat reformasi 1998, sebab militer boleh melakukan operasi militer selain perang tanpa ada persetujuan presiden dan pertimbangan DPR.Selain itu UU TNI terbaru Nomor 3 Tahun 2025, juga mengatur tentang perpanjangan usia pensiun dan memberikan kelonggaran bagi TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil lainnya tanpa harus pensiun dulu, yang sebelumnya terbatas pada sepuluh kementerian dan lembaga, namun kini tidak ada batasan. Perubahan ini menandakan bahaya supremasi militer dalam menjalankan pemerintahan totalitarianisme di Indonesia, serupa dengan rezim totalitarianisme a’la Soeharto.
Runtuhnya demokrasi di Indonesia tidak saja ditandai oleh supremasi militer di berbagai bidang pemerintahan tetapi juga praktik-praktik korupsi yang merajalela tanpa ada penegakan hukum yang adil hingga kekebalan hukum bagi pelaku kejahatan dan praktik-praktik politik dinasti yang dipimpin oleh segelintir keluarga. Hukum kini mudah dimanipulasi demi menjalankan pemerintahan atas keinginan dan kemauan segelintir orang, demi mewujudkan ambisi keji dan kotor yang individualistik.
Sebab “makna demokrasi telah terdistorsi-kekuasaan hanya untuk elit, sementara rakyat hanya menikmati aktivitas mencoblos di bilik suara,” (Irham, 2016).
Kondisi dan situasi ini, tidak layak dipertahankan dengan berbagai slogan-slogan kosong tidak bermakna seperti NKRI harga mati yang masih menjadi biang kerok kejahatan kemanusian dan distorsi demokrasi di Indonesia.
Karena sikap sinis dan pesimisnya kita dalam mewacanakan kondisi dan situasi di tanah air, sebatas hiburan belaka karena ketidak selektifnya kita dalam memilih dan mencernah informasi hingga bahkan meneruskan informasi tanpa mencernanya dan menyuarakan, disitulah otoritarianisme bertumbuh.
Yaloaput, 15 Agustus 2025
Ditulis oleh:J.W.Ronaldo Penulis merupakan Alumni Antropologi FISIP UNCEN, yang juga aktif menulis tentang isu-isu masyarakat adat di Tanah Papua. Untuk melihat tulisan-tulisan lainnya, dapat mengunjungi blognya:
http://sabacarita.blogspot.com/Daftar Pustaka
Irham, M. A. (2016). DEMOKRASI MUKA DUA: Membaca Ulang Pilkada di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Susilo, N., & Saptowalyono, C. A. (2025, April 17). UU TNI Perluas Masuknya Militer dalam Wilayah Sipil. (C. A. Saptowalyono, Ed.) Retrieved Agustus 15 , 2025, from https://www.kompas.id/artikel/uu-tni-perluas-masuknya-militer-dalam-wilayah-sipil8